Gedung juang yang terletak di tengah kota Bandar Lampung, berdiri megah merupakan simbol masyarakat Lampung yang ikut memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dan mengusir penjajah dari negeri Lampung

Gedung Juang Lampung

Beriku Foto Foto Kota Bandar Lampung Klik Disini….

Lagu Lampung Yang Pernah Jadi Favorite Orang Lampung tahun 90 an :

1.  AndahMu

2. Cadang Hati

3. Tambuh Nyambai


Belum Sempet Nonton Mbah Surip untuk konser di Lampung, tapi beliau sudah meninggalkan kita semua untuk selamanya, mbah surip memang sosok yang sederhana, seniman sejati yang akan di kenang sepanjang masa, mbah surip bob marley nya Indonesia. I Love You Full

Mbah Surip

Mbah Surip

Biografi Mbah Surip :
Prosesi pemakaman Mbah Surip diawali dengan upacara pernikahan puteri ketiganya. Kedua mempelai yang langsung datang ke tempat persemayaman Mbah Surip dari Mojokerto, Jawa Timur, melakukan ijab kabul di depan jenazah seniman yang dikenal rendah hati tersebut.

Di tengah popularitas yang baru saja diraihnya, seniman nyentrik asal Mojokerto, Jawa Timur, tersebut menghadap Sang Khalik. Kepergian pelantun tembang Tak Gendong yang begitu mendadak itu menyisakan duka yang sangat mendalam bagi kerabat, teman dekat maupun para penggemarnya.

Kini, tiada lagi penampilan unik dengan rambut rasta ala penyanyi reggae dan tawanya yang khas dan lepas, yang menjadi ciri dari Mbah Surip.

Dilahirkan di Mojokerto, 5 Mei 1949 dengan nama asli Urip Achmad Rijanto Soekotjo adalah duda dengan empat orang anak sekaligus kakek dari empat cucu. Sebelum menjadi seniman, Mbah Surip menjalani berbagai macam profesi.

Mulai pekerjaan di bidang pengeboran minyak, tambang berlian bahkan lelaki yang memiliki gelar Drs, Insinyur dan MBA ini pernah mengadu nasib di luar negeri seperti Kanada, Texas, Yordania, dan California.

Karena ingin mengadu nasibnya, akhirnya Mbah Surip hijrah ke Jakarta. Ia kemudian bergabung dengan komunitas seniman, sebut saja Teguh Karya, Aquila, Bulungan, dan Taman Ismail Marzuki.

Kesempatan pun datang kepada seniman yang pernah menerima penghargaan dari MURI untuk aksi menyanyi terlama ini. Ia mendapat kesempatan masuk ke studio rekaman.

Dalam perjalanan bermusiknya, ia telah mengeluarkan beberapa album yang dimulainya sejak 1997. Beberapa albumnya antara lain, IJO ROYO-ROYO (1997), INDONESIA I (1998), REFORMASI (1998), TAK GENDONG (2003) dan BARANG BARU (2004).

Tak Gendong sendiri ia ciptakan pada 1983 saat Mbah Surip bekerja di Amerika Serikat. Menurut Mbah Surip lagu ini memiliki makna filosofi tersendiri, yakni belajar salah.

Pada hari Selasa, 4 Agustus 2009, Mbah Surip meninggal. Menurut kabar yang beredar, Mbah Surip yang kerap mengatakan ‘I Love You Full’ ini menghembuskan nafas terakhir sekitar pukul 10.30 wib, setelah sebelumnya sempat dilarikan ke RS Pusdikkes, Jakarta Timur.

Mbah Surip meninggal dengan status duda yang telah disandangnya selama 26 tahun dan meninggalkan empat anak dan empat cucu.


Sebagian warga Bandar Lampung sudah bisa memasak memakai GAS, karena rencana pemerintah B.lampung yang akan mengkonversi minyak tanah ke GAS sudah di luncurkan beberapa waktu yang lalu, namun ada juga sebagian kecamatan dan kelurahan di bandar lampung yang belum juga di bagikan, mungkin pembagian nya bertahap dan belum 100%.

PT Pertamina bersama Pemerintah Provinsi Lampung menggelar peluncuran program konversi minyak tanah ke tabung elpiji 3 kg di Lapangan Baruna, depan Kantor Camat Panjang, Selasa (19-5). Secara simbolis, Gubernur Lampung Syamsuria Ryacudu akan menyerahkan tabung elpiji 3 kg dan perangkatnya pada 12 keluarga penerima konversi.

Sales Representative Pertamina Gas Domestik Region II, I Gusti Bagus Suteja, Minggu (17-5), mengatakan peluncuran program konversi tabung elpiji 3 kg ini sengaja dipusatkan di Kecamatan Panjang yang masyarakatnya sudah selesai dicacah dan diverifikasi. Sedangkan dari keseluruhan warga sasaran penerima tabung, belum selesai 100% dicacah dan verifikasi.

“Rencananya launching langsung dilakukan Gubernur Lampung pada 12 warga yang sudah dicacah. Baru dilanjutkan pendistribusian oleh konsultan di lokasi tersebut,” kata Suteja.

Dia mengatakan peluncuran program ini dilakukan dengan harapan masyarakat bisa memanfaatkan tabung dan kompor yang diberikan. Jangan sampai, warga yang sudah menerimanya justru menjual ke orang lain, apalagi mengingat harga tabung elpiji 3 kg ini cukup mahal.

“Jangan sampai, warga yang sudah menerima justru nanti setelah subsidi minyak tanah dihentikan mereka tidak punya tabung dan kompor elpiji 3 kg yang sudah dibagikan,” ujarnya.

Program konversi elpiji 3 kg di Lampung untuk tahap awal ini baru dilakukan di Kota Bandar Lampung dan Lampung Selatan. Pertamina membidik 328.076 keluarga penerima konversi yang terdiri dari 143.476 keluarga di Bandar Lampung dan 184.600 keluarga di Lampung Selatan.

Dalam tahapan pelaksanaan konversi ini, Pertamina membagi wilayah penerima menjadi lima cluster; dua di Bandar Lampung, yaitu clusterÿ20I meliputi Telukbetung Barat, Telukbetung Selatan, Telukbetung Utara, Panjang, Tanjungkarang Timur, dan Tanjungkarang Pusat. Cluster II meliputi Sukabumi, Sukarame, Tanjungkarang Barat, Kemiling, Rajabasa, Kedaton, dan Tanjungseneng. Dalam proses pencacahan hingga pendistribusian tabung elpiji 3 kg, Pertamina menggandeng dua konsultan untuk wilayah Bandar Lampung, yaitu PT Nandhita Graha Tata (NGT) dan PT Graha Manunggal Wirasembada (GMW).

Sedangkan di Lampung Selatan terbagi menjadi tiga cluster; cluster III meliputi wilayah Natar, Jati Agung, dan Tanjungbintang. Cluster IV Tanjungsari, Katibung, Merbau Mataram, Way Sulan, Sidomulyo, Candipuro, dan Way Panji. Serta cluster lima meliputi Kalianda, Rajabasa, Palas, Sragi, Penengahan, Ketapang, dan Bakauheni. Pencacahannya dilakukan tiga konsultan, yakni PT NGT, PT GMW, dan PT Marketing Sentratama Indonesia (MSI)  (Lampost)


mancing

Mentari mulai turun, udara yang hangat mulai terasa sejuk, tertiup angin yang terhebus dari hutan karet di sekitar desa sukabumi sukarame Bandar lampung. Hari makin sore, namun tidak menyurutkan antusian warga untuk memancing di aliran air yang telah di tabur ikan oleh beberapa Caleg, warga kini bingung karena banyaknya Caleg yang meng iming imingi berbagai kebutuhan, fasilitas dan sarana di daerahnya. PEMILU Legislatif mulai dekat, kesiapan dan persiapan di masing masing kelurahan mulai tampak, dari penempatan TPS, Keamanan sampai saksi saksi dari berbagai partai, mudah mudahan PEMILU nanti masyarakat lebih berhati hati dalam memilih Calon Anggota Legislatif. Amiin…


Mereply postingan pak Budi Hutasuhud yang di posting di Seruit.com, memang ada benarnya, karena saat ini Program Visit Lampung 2009 Sudah tidak bergema lagi.

Pemerintah Provinsi Lampung meluncurkan logo Visit Lampung 2009 pada Maret 2008 yang lalu, bersamaan dengan HUT Provinsi Lampung. Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Lampung Tibrizi Asmarantaka mengatakan hal ini kepada penulis, dan berharap program pembangunan sector pariwisata ini bisa berjalan seperti diharapkan.

Cuma, hingga hari ini tak jelas betul apa harapan yang ingin dicapai pemerintah provinsi. Itu sebabnya, Visit Lampung 2009 tidak bergema secara luas. Gaungnya cuma nyaring di kalangan elite pemerintah, terutama di Dinas Pariwisata dan Kebudaya Lampung dan instansi terkait. Kesibukan di kalangan pemerintah terkait pembangunan sector pariwisata terlihat gegap-gempita. Semua elemen dalam tim yang bertanggung jawab atas suksesnya pelaksanaan program ini sering menggelar rapat yang muaranya pada pemaksimalan kinerja tim.

Kesibukan tim kerja Visit Lampung 2009 lebih diarahkan untuk kalangan sendiri. Hal itu memberi kesan, Visit Lampung 2009 tidak akan melibatkan masyarakat. Karenanya, nasib Visit Lampung 2009 tidak akan berbeda seperti nasib program pembangunan sector pariwisata yang digelar selama ini: menyerap banyak dana APBD tetapi tidak membuat pariwisata menjelma sebagai sebuah industri yang dapat mejadi sumber pendapatan asli daerah. Konon lagi berharap pariwisata menjadi industri yang padat karya, yang mampu mengatasi persoalan tingginya angka pengangguran dan kemiskinan di provinsi ini.

Pengekor

Ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meresmikan Visit Indonesia 2008, disinggung tentang 100 event yang akan digelar selama program itu berlangsung. Ke-100 event itu, beberapa diantaranya event pariwisata yang ada di Lampung seperti Festival Krakatau, Festival Teluk Stabas, dan festival-festival lainnya.

Visit Lampung 2009 hanya sebuah program ikutan yang didisain untuk menjaring dana APBN yang dialokasikan pemerintah bagi suksesnya Visit Indonesia 2008. Artinya, Visit Lampung 2009 merupakan kemasan lama dengan casing baru. Program ini digelontorkan pemerintah provinsi karena Jakarta memasukkan event-event pariwisata yang ada di Lampung sebagai event yang digadang-gadang untuk menarik wisatawan ke Indonesia.

Karena itu, Visit Lampung 2009 akan sangat tergantung pada calendar event tim Visit Indonesia 2008. Jika Visit Indonesia 2008 menetapkan akan menggelar kegiatan di Lampung, tim kerja akan menyesuaikannya dengan jadwal pelaksanaan event Festival Krakatau, misalnya. Saat itulah tim Visit Lampung 2009 bekerja serius mempersiapkan event-event pariwisata yang ada. Sangat mungkin event-event pariwisata yang ada di Lampung akan digelar secara serentak, sehingga Visit Indonesia 2008 dapat berjalan dengan sukses. Itulah target Visit Lampung 2009 yang paling nyata. Bisa berperan aktif dalam menyukseskan pelaksanaan Visit Indonesia 2008. Setelah itu, bisa dibayangkan Visit Lampung 2009 tidak akan bergema lagi.

Hampir semua daerah memiliki program serupa sebagai bukti betapa negara ini masih dikelola oleh elite-elite yang hanya mampu mengekor pada Jakarta. Padahal, otonomi daerah yang berlangsung beberapa tahun mengandaikan bahwa daerah mesti memiliki insiatif sendiri untuk membangun. Tapi, dalam kasus pembangunan sector pariwisata di negeri ini, setiap daerah terkesan menunggu petunjuk, sehingga target yang hendak dicapai daerah sering tidak tergambarkan dalam menyusunan program.

Semangat otonomi daerah tidak punya tempat dalam pembangunan sector pariwisata. Penyebabnya, karena sector ini mensyaratkan banyak dana yang mesti dikucurkan. Ketergantungan sector pariwisata terhadap dana besar acap membuat pemerintah daerah kecut, apalagi bila dikaitkan dengan kondisi suprastruktur dan infrastruktur pariwisata di daerah yang rata-rata tidak maksimal. Di Lampung, selama provinsi ini berdiri, bisa dikatakan hampir tidak ada objek wisata yang terbangun secara maksimal meskipun kaya akan objek wisata. Kondisi ini membuat grafik pertumbuhan sector pariwisata Lampung selalu menurun, kalah jauh disbanding dengan Provinsi Banten.

Minim fasilitas

Sebagai kegiatan yang mengekor Jakarta, Visit Lampung 2009 tampaknya hanya kemasan. Sementara isinya tetap saja hal-hal lama. Karena itu, program yang akan didanai dengan APBD senilai Rp7 miliar ini tidak akan membawa perubahan positif pada peningkatan PAD dari sector pariwisata. Ini sangat mungkin, karena para wisatawan akan lebih memilih daerah-daerah wisata lainnya, yang para elitenya bekerja sangat serius dan telah berpengalaman dalam memasarkan pariwisata di daerahnya.

Ketika setiap daerah di negeri ini berlomba-lomba menarik wisatawan ke daerahnya demi menyukseskan Visit Indonesia 2008, sudah tentu daerah-daerah yang sangat akrab di telinga wisatawan akan menjadi kunjungan utama. Kita ambil contoh Provinsi Bali, Sumatra Utara, Sulawesi Selatan, Sumatra Barat, Jawa Barat, Nusatengara Barat, dan lain-lain. Pembangunan infrastruktur dan suprastruktur pariwisata di daerah-daerah ini sudah selesai, sehingga mereka tinggal memikirkan bagaimana mengemasnya dan memasarkannya. Sementara pariwisata Lampung masih belum beranjak dari persoalan infrastruktur dan suprastruktur, yang berarti pariwisata Lampung tertinggal beberapa tingkatan dibandingkan daerah-daerah kunjungan wisata lainnya.

Infrastruktur dan suprastruktur pembangunan pariwisata di provinsi ini tak kunjung dibenahi. Jalan-jalan rusak, transportasi menuju objek-objek wisata tidak memadai, sulit mendapatkan informasi yang ajek tentang objek-objek wisata di Lampung, dan jadwal event pariwisata selalu berubah. Lampung tidak memiliki media informasi pariwisata yang bisa dipercayai. Hotel-hotel tidak memiliki program memperkenalkan objek wisata kepada para pengunjungnya. Sedangkan biro-biro perjalanan wisata sering menolak permintaan wisatawan karena kendala buruknya sarana transportasi di provinsi ini.

Untuk kawasan Sumatra bagian Selatan, misalnya, para wisatawan akan lebih tertarik mengunjungi Palembang ketimbang Lampung. Ibu Kota Provinsi Sumatra Selatan ini memiliki bandara internasional yang dapat menampung para wisatawan dari manca negara, dan kondisi ini telah dipromosikan secara besar-besaran ke manca negara. Karena itu, akan sukar bagi pariwisata Lampung yang belum selesai pada tahap peningkatan prasarana untuk menarik minat wisatawan. Ditambah lagi mentalitas stake holder pariwisata yang memposisikan kegiatan kepariwisataaan cuma sebatas menonjolkan ekspresi-ekspresi budaya masyarakat Lampung.

Segala bentuk kegiatan yang ditawarkan dalam Visit Lampung 2009, dikelola dengan cara yang sama seperti Festival Krakatau dan event-event pariwisata lainnya dikelola. Semua event itu digelar tanpa didukung oleh kemampuan yang cakap dalam mengemas dan memasarkan. Karena itu, pantas dikhawatirkan Visit Lampung 2009 tidak akan membawa perubahan berarti bagi pembangunan sector pariwisata di provinsi ini.

Kerja sama antarprovinsi

Yang paling mungkin dilakukan dalam menyukseskan Visit Lampung 2009 adalah menjalin kerjasama antarprovinsi dalam hal memuaskan para wisatawan. Banyak objek wisata yang ada di provinsi ini tidak ada di provinsi lain. Begitu juga sebaliknya, provinsi ini tidak memiliki bjek wisata yang ada di provinsi lain. Sebab itu, stake holder pembangunan sector pariwisata di provinsi ini sudah harus memiliki daftar objek wisata yang tidak akan ditemukan wisatawan di daerah-daerah lain. Dengan begitu, pemerintah di provinsi ini bisa menjalin kerja sama dengan pemerintah daerah lain terkait bagaimana membuat wisatawan betah.

Dengan demikian, persaingan antardaerah dalam merebut perhatian wisatawan tidak akan terjadi. Pada akhirnya, semua daerah akan diuntungkan sehinga tujuan yang ingin dicapai dengan kebijakan Visit Indonesia 2008 bisa terealisasikan dimana semua daerah menikmatinya.Kerja sama antarprovinsi ini bisa ditandai dengan adanya master of understanding (MoU), dimana klausulnya menyebutkan bahwa setiap daerah mesti memperkenalkan objek-objek wisata yang khas di daerah-daerah lain, sehingga para wisatawan tertarik untuk mengunjungi daerah tersebut.

Kerja sama ini mutlak perlu karena promosi pariwisata yang serentak dilakukan setiap daerah dapat membigungkan para wisatawan. Alhasil, mereka akan tetap memilih daerah-daerah yang sebelumnya sangat dikenalnya. Karena itu, segala upaya yang dilakukan daerah-daerah baru pariwisata tidak akan membawa hasil positif.

Sebagai contoh, Lampung memiliki objek wisata pemancingan yang tidak ditemukan di daerah lain. Primadona ikan Marlin di Kabupaten Lampung Barat selalu akan membuat para wisatawan datang ke daerah tersebut, ada atau tidak Visit Lampung 2009. Namun, para wisatawan sering terkandal pada soal transportasi laut, dimana mereka menjadi objek pemerasan dari para nelayan.

Wisata agrobisnis bisa juga ditawarkan di provinsi ini. Memetik lada, misalnya, akan menjadi objek wisata yang menarik bagi wisatawan yang sudah mengetahui bahwa Lampung merupakan Negeri Lada. Banyak lagi objek wisata lainnya, yang tidak ditemukan di daerah-daerah lain. Tinggal bagamana pemerintah provinsi bisa menjalin kerja sama antaraprovinsi sekalgus mengemas objek-objek wisata ang khas itu sebagai produk yang tak akan bisa ditolak para wisatawan. (budi hutasuhut, 081977100114)


Akhir bulan November 2008, pas lagi jalan ke daerah metro, sambil ngerjain tugas kantor trus sambil jalan jalan kesana kemari, pas lewat daerah metro kibang, ngliat sawah kok pada sepi.

Kemana perginya petani disini, gak ada yang kerja di sawah, gak ada yang macul atau mbajak sawah, padahal musim ujan udah dateng, tiap hari jalanan aja udah nyape’ kayak sawah, tapi sawah di sini kok malah buat nongkrong kambin.

Pak tani nya ke mana yaa… apa gak kebagian pupuk atau lagi belum punya dana untuk beli bibit buat di tanam…

Waahh kalau begini gimana masyarakat lampung bisa cukup subsidi berasnya, kalau pupuk dan bibitnya saja susah di dapet….


Pada zaman Hindu-Buddha, Lampung termasuk daerah kekuasaan Kerajaan Sriwijaya yang berpusat di Palembang. Hal ini ditandai oleh prasasti dari Datu (Raja) Sriwijaya bertarikh 608 Saka (686 Masehi) yang ditemukan di desa Palas Pasemah, daerah Kalianda. Berita Tionghoa juga menyebutkan kerajaan To-lang-po-hwang, dan mungkin nama itu sebutan Cina untuk Tulangbawang. Tetapi sampai kini belum ada bukti prasasti tertulis yang menunjang adanya kerajaan tersebut.

Di desa Bawang, antara Liwa dan Gunung Pesagi, ditemukan prasasti Hujung Langit yang bertarikh 9 Margasira 919 Saka (12 November 997 Masehi), sebagaimana tercantum dalam buku Prof Dr Louis-Charles Damais, Epigrafi dan Sejarah Nusantara, Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, Jakarta, 1995, hh.26-45. Nama raja yang mengeluarkan prasasti itu tercantum pada baris ke-7, menurut pembacaan Prof Damais namanya Sri Haridewa. Inilah nama raja di daerah Lampung yang pertama kali ditemukan pada prasasti! Melihat lokasinya, barangkali prasasti tersebut ada hubungannya dengan Kerajaan Sekalabrak yang legendaris itu.

Pada abad ke-14 tercatat Kerajaan Buway Tumi. Menurut sumber sejarah Sunda, salah seorang putri Buway Tumi yang bernama Dewi Ratna Sarkati diambil menjadi permaisuri Prabu Wastu Kancana dari Kerajaan Sunda. Menurut cerita turun-temurun, Dewi Ratna Sarkati membawa pisang muli (bahasa Lampung: muli = gadis) ke tanah Sunda, yang sampai sekarang tetap disebut “cau muli” oleh masyarakat Jawa Barat.

Bersamaan dengan masuknya agama Islam dari Banten ke Lampung pada masa Sultan Maulana Hasanuddin abad ke-16, Lampung berada di bawah pengaruh Kesultanan Banten. Konon kabarnya Fatahillah (panglima Demak asal Pasai, pendiri kota Jakarta, dan pelopor pengislaman Banten) menikahi Putri Sinar Alam dari Keratuan Darah Putih di Lampung. Menurut Thomas Walker Arnold dalam bukunya The Preaching of Islam, yang diterjemahkan oleh Nawawi Rambe, Sejarah Da’wah Islam (Widjaya, Jakarta, 1979, h. 324), Islam masuk ke Lampung dari Banten dengan dibawa oleh seorang pemimpin adat Lampung yang bernama Minak Kemala Bumi.

Daerah Lampung dibagi menjadi beberapa ‘kejonjoman’ (semacam kabupaten) yang masing-masing dikepalai seorang jonjom mewakili sultan Banten. Ketika Banten dikalahkan VOC pada abad ke-18 (sekitar tahun 1750), Lampung ikut menjadi daerah jajahan Belanda. Tetapi ini hanya di atas kertas perjanjian VOC dengan Banten, sebab kenyataannya kekuasaan kolonial baru tertanam di Lampung pada tahun 1817, dengan terbentuknya Lampongsche Districten di bawah seorang residen yang berkedudukan di Terbanggi. Pada tahun 1847, pemerintah Hindia-Belanda memindahkan ibukota (kedudukan residen) dari Terbanggi ke Teluk Betung.

Perlawanan yang terkenal dalam menentang kolonialisme Belanda adalah Perang Lampung (Lampong Oorlog) pada abad ke-19 yang dilancarkan oleh Radin Intan dari Kalianda selama 30 tahun (1826-1856), sezaman dengan Perang Jawa dari Pangeran Diponegoro serta Perang Paderi dari Tuanku Imam Bonjol. Perang Lampung berakhir dengan gugurnya Radin Intan. Kini Radin Intan telah ditetapkan oleh Pemerintah Republik Indonesia sebagai salah seorang Pahlawan Nasional.

Pada tahun 1917 daerah Lampung dibagi menjadi dua afdeling dan enam onderafdeling. Pertama, Afdeling Teluk Betung yang meliputi Onderafdeling Teluk Betung, Semangka, dan Katimbang. Kedua, Afdeling Tulang Bawang yang meliputi Onderafdeling Tulang Bawang, Seputih, dan Sekampung.

Di zaman pendudukan Jepang (1942-1945), daerah Lampung berada di bawah pimpinan seorang Suchokkan Kakka, dan dibagi dalam tiga bunshu (Telukbetung, Metro, Kotabumi). Setiap bunshu terdiri dari beberapa gun (kewedanaan) yang membawahi marga-marga.

Setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia tahun 1945, daerah Lampung menjadi keresidenan yang tergabung ke dalam Propinsi Sumatera Selatan yang beribukota di Palembang. Baru pada tahun 1964, melalui UU No.14 Tahun 1964, terbentuklah Propinsi Lampung dengan ibukota Tanjungkarang-Telukbetung (sekarang menjadi Bandar Lampung).

Ada adi-adi yang populer pada tahun 1964/1965 ketika Lampung baru menjadi provinsi:

Lah lawi matti hanjak, patut ni ram bugindang
Ngaliyak Lampung minjak, bupisah jak pulimbang.


Orang lampung yang dimaksud adalah orang yang berbahasa Lampung dan beradat Lampung. Provinsi Lampung adalah daerah transmigrasi yang dibuka sejak tahun 1905, sehingga yang terbanyak adalah orang Jawa, di samping suku bangsa lainnya. Bisa dikatakan sudah tidak ada lagi daerah tertutup yang tidak didiami penduduk pendatang, kecuali di beberapa tempat yang belum padat penduduknya, seperti di daerah eks Kewedanaan Krui di sebelah barat, berbatasan dengan Propinsi Bengkulu dan Sumatera Selatan.

Ciri-ciri khas masyarakat adat Lampung sudah sedikit sekali yang masih tampak. Perkampungan penduduk dengan bangunan rumah kerabat yang bertiang tinggi dan berangsur-angsur turun ke bawah merata dengan tanah, balai-balai adat (sesat) kebanyakan sudah tidak dibangun lagi dan digantikan dengan balai desa. Bahasa yang digunakan sehari-hari adalah bahasa Indonesia. Hanya saja masih digunakan sebagai bahasa kerabat di dalam rumah tangga orang Lampung dan dalam upacara adat.

Orang lampung pada umumnya beragama Islam. Masyarakat adat Lampung dapat dibedakan dalam dua golongan adat, yaitu yang beradat Pepadun dan beradat Pesisir. Dialek bahasanya ada yang berdialek “nyou” (apa) atau dialek bahasa Abung dan ada pula yang berdialek “api” (apa) atau berdialek Pemanggilan.

Mereka yang beradat Pepadun kebanyakan bermukim di daerah pedalaman, sedangkan yang beradat Pesisir bermukim di daerah pesisir atau di daerah yang tidak termasuk daerah lingkungan pepadun. Termasuk dalam lingkungan beradat pepadun adalah orang-orang Abung, Tulangbawang (Menggala), Waikanan Sungkai, Pubiyan. Sedangkan dalam lingkungan beradat Pesisir adalah orang-orang Pesisir Teluk, Pesisir Semangka, Pesisir Krui, dan dataran tinggi Belalau di daerah Provinsi Lampung, serta orang-orang Ranau, Muaradua, Komering, dan Kayuagung di Provinsi Sumatera Selatan dan juga di perdesaan Cikoneng (Anyer), pantai barat, Jawa Barat.

Masyarakat Lampung merupakan masyarakat kekerabatan bertali darah menurut garis ayah (Geneologis-Patrilinial), yang terbagi-bagi dalam masyarakat keturunan menurut Poyang asalnya masing-masing yang disebut “buay”, misalnya Buay Nunyai, Buay Unyi, Buay Nuban, Buay Subing, Buwai Bolan, Buayi Menyarakat, Buay Tambapupus, Buay Tungak, Buay Nyerupa, Buay Belunguh, dan sebagainya. Setiap kebuayan itu terdiri dari berbagai “jurai” dari kebuwaian, yang terbagi-bagi pula dalam beberapa kerabat yang terikat pada satu kesatuan rumah asal (nuwou tubou, lamban tuha).

Kemudian dari rumah asal itu terbagi lagi dalam beberapa rumah kerabat (nuwou balak, lamban gedung). Ada kalanya buay-buay itu bergabung dalam satu kesatuan yang disebut “paksi”. Setiap kerabat menurut tingkatannya masing-masing mempunyai pemimpin yang disebut “penyimbang” yang terdiri dari anak tertua laki-laki yang mewarisi kekuasaan ayah secara turun temurun.

Hubungan kekerabatan adat lampung terdiri dari lima unsur yang merupakan lima kelompok. Pertama, kelompok wari atau adik wari, yang terdiri dari semua saudara laki-laki yang bertalian darah menurut garis ayah, termasuk saudara angkat yang bertali darah. Kedua, kelompok lebuklama yang terdiri dari saudara laki-laki dari nenek (ibu dari ayah) dan keturunannya dan saudara laki-laki dari ibu dan keturunannya. Ketiga, kelompok baimenulung yang terdiri dari saudara-saudara wanita dari ayah dan keturunannya. Keempat, kelompok kenubi yang terdiri dari saudara-saudara karena ibu bersaudara dan keturunannya. Kelima, kelompok lakau-maru, yaitu para ipar pria dan wanita serta kerabatnya dan para saudara karena istri bersaudara dan kerabatnya.

Bentuk perkawinan yang berlaku adalah partrilokal dengan pembayaran jujur (ngakuk mulei), dimana setelah kawin mempelai wanita mengikuti dan menetap dipihak kerabat suami, atau juga dalam bentuk marilokal (semanda) dimana setelah kawin suami ikut pada kerabat istri dan menetap di tempat istri.

Untuk mewujudkan jenjang perkawinan dapat ditempuh dalam dua cara, yaitu cara berlarian (sebambangan) yang dilakukan bujang-gadis sendiri dan cara pelamaran orang tua (cakak sai tuha) yang dilakukan oleh kerabat pihak pria kepada kerabat pihak wanita di rumah orang tua wanita.

Perkawinan yang ideal dikalangan orang lampung adalah pria kawin dengan wanita anak saudara wanita ayah (bibik, keminan) yang disebut “ngakuk menulung” atau dengan anak saudara wanita ibu (ngakuk kenubi)/ perkawinan yang tidak disukai adalah pria dan wnaita anak saudara laki-laki ibu (ngakuk kelana) atau dengan anak wanita saudara laki-lakinya (ngakuk bai/wari) atau juga dengan anak dari saudara pria nenek dari ayah (ngakuk lebu). Lebih-lebih tidak disukai kawin dengan suku lain (ulun lowah) atau orang asing. Apalagi berlainan agama (sumang agamou). Tetapi di masa sekarang hal demikian itu sudah tidak dihiraukan angkatan muda, sehingga sudah banyak pria/wanita Lampung yang melakukan kawin campur antar suku asal saja sama-sama beragama Islam/bersedia masuk Islam dan bersedia diangkat menjadi anak angkat dan masuk warga adat Lampung.

Jika dari suatu ikatan perkawinan tidak mendapatkan keturunan sama sekali, maka untuk menjadi penerus keturunan ayah, dapat diangkat anak tertua dari adik laki-laki atau anak kedua dari kakak laki-laki untuk menegakkan (tegak tegi) keturunan yang putus (maupus). Jika tidak ada anak-anak saudara yang bersedia diangkat dapat mengangkat orang lain yang bukan anggota kerabat, asal saja disahkan dihadapan kerabat dan prowitan adat. Tetapi jika hanya mempunyai anak wanita, maka anak itu dikawinkan dengan saudara misalnya yang laki-laki/ anak wanita itu dijadikan kedudukan laki-laki dan melakukan perkawinan semanda ambil suami (ngakuk ragah). Dengan begitu maka anak laki-laki dari perkawinan mereka kelak akan menggatikan kedudukan kakeknya sebagai waris mayorat sehingga keturunan keluarga tersebut tidak putus (mak mupus).

Sumber : Ulunlampung


ASAL-usul ulun Lampung (orang Lampung) erat kaitannya dengan istilah Lampung sendiri, walaupun nama Lampung itu mungkin sekali baru dipakai lebih kemudian daripada mereka memasuki daerah Lampung.

Ada beberapa pendapat mengenai asal-usul (nama) ulun Lampung:

Pertama, dari catatan musafir Cina yang pernah mengunjungi Indonesia pada abad VII, yaitu I Tsing, yang diperkuat oleh teori yang dikemukan Hilman Hadikusuma, disebutkan bahwa Lampung itu berasal dari kata To-lang-po-hwang. To berarti orang dalam bahasa Toraja, sedangkan Lang-po-hwang kepanjangan dari Lampung. Jadi, To-lang-po-hwang berarti orang Lampung.

Kedua, Dr. R. Boesma dalam bukunya, De Lampungsche Districten (1916) menyebutkan, Tuhan menurunkan orang pertama di bumi bernama Sang Dewa Sanembahan dan Widodari Simuhun. Mereka inilah yang menurunkan Si Jawa (Ratu Majapahit), Si Pasundayang (Ratu Pajajaran), dan Si Lampung (Ratu Balau). Dari kata inilah nama Lampung berasal.

Ketiga, legenda daerah Tapanuli menyeritakan, zaman dahulu meletus gunung berapi yang menimbulkan Danau Toba. Ketika gunung itu meletus, ada empat orang bersaudara berusaha menyelamatkan diri. Salah satu dari empat saudara itu bernama Ompung Silamponga, terdampar di Krui, Lampung Barat. Ompung Silamponga kemudian naik ke dataran tinggi Belalau atau Sekalabrak.

Dari atas bukit itu, terhampar pemandangan luas dan menawan hati seperti daerah yang terapung. Dengan perasaan kagum, lalu Ompung Silamponga meneriakkan kata, “Lappung” (berasal dari bahasa Tapanuli kuno yang berarti terapung atau luas).

Dari kata inilah timbul nama Lampung. Ada juga yang berpendapat nama Lampung berasal dari nama Ompung Silamponga itu.

Keempat, teori Hilman Hadikusuma yang mengutip cerita rakyat. Ulun Lampung berasal dari Sekalabrak, di kaki Gunung Pesagi, Lampung Barat. Penduduknya disebut Tumi (Buay Tumi) yang dipimpin oleh seorang wanita bernama Ratu Sekarmong. Mereka menganut kepercayaan dinamis, yang dipengaruhi ajaran Hindu Bairawa.

Buai Tumi kemudian kemudian dapat dipengaruhi empat orang pembawa Islam berasal dari Pagaruyung, Sumatera Barat yang datang ke sana. Mereka adalah Umpu Nyerupa, Umpu Lapah di Way, Umpu Pernong, dan Umpu Belunguh. Keempat umpu inilah yang merupakan cikal bakal Paksi Pak sebagaimana diungkap naskah kuno Kuntara Raja Niti. Namun dalam versi buku Kuntara Raja Niti, nama poyang itu adalah Inder Gajah, Pak Lang, Sikin, Belunguh, dan Indarwati.

Berdasarkan Kuntara Raja Niti, Hilman Hadikusuma menyusun hipotesis keturunan ulun Lampung sebagai berikut:

Inder Gajah
Gelar: Umpu Lapah di Way
Kedudukan: Puncak
Keturunan: Orang Abung

Pak Lang
Gelar: Umpu Pernong
Kedudukan: Hanibung
Keturunan: Orang Pubian

Sikin
Gelar: Umpu Nyerupa
Kedudukan: Sukau
Keturunan: Jelma Daya

Belunguh
Gelar: Umpu Belunguh
Kedudukan: Kenali
Keturunan: Peminggir

Indarwati
Gelar: Puteri Bulan
Kedudukan: Ganggiring
Keturunan: Tulangbawang

Kelima, penelitian siswa Sekolah Thawalib Padang Panjang pada tahun 1938 tentang asal-usul ulun Lampung. Dalam cerita Cindur Mato yang berhubungan juga dengan cerita rakyat di Lampung disebutkan bahwa suatu ketika Pagaruyung diserang musuh dari India. Penduduk mengalami kekalahan karena musuh telah menggunakan senjata dari besi. Sedangkan rakyat masih menggunakan alat dari nibung (ruyung).

Kemudian mereka melarikan diri. Ada yang malalui Sungai Rokan, sebagian melalui dan terdampar di hulu Sungai Ketaun di Bengkulu lalu menurunkan Suku Rejang. Yang lari ke utara menurunkan Suku Batak. Yang terdampar di Gowa, Sulawesi Selatan menurunkan Suku Bugis. Sedangkan yang terdampai di Krui, lalu menyebar di dataran tinggi Sekalabrak, Lampung Barat. Mereka inilah yang menurunkan Suku Lampung.

* Diolah dari http://unila.ac.id/~budaya-lampung/sejarah/index.html yang tidak bisa lagi diakses.


Letak Geografis:

Provinsi Lampung berada antara 3º45’ dan 6º Lintang Selatan serta 105º45’ dan 103º48’ Bujur Timur; di sebelah utara berbatasan dengan Provinsi Bengkulu dan Provinsi Sumatera Selatan, di sebelah timur berbatasan dengan Laut Jawa, di sebelah selatan dengan Selat Sunda Sunda dan di sebelah barat dengan Samudera Indonesia. Dengan posisi yang demikian, Provinsi Lampung menjadi penghubung utama lalu-lintas Pulau Sumatera dan Pulau Jawa maupun se-baliknya. Luas wilayahnya mencapai 35.376,50 km, sedikit lebih besar dari pada luas Provinsi Jawa Tengah atau 1,75% seluruh wilayah Indonesia.

  • RSS Info Kerja Freelance